Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan Visum et Repertum delik kesusilaan adalah :
  • Instansi polisi yang meminta pemeriksaan
  • Nama dan pangkat polisi yang mengantar korban
  • Nama, umur, dan alamat korban seperti yang tertulis dalam surat permintaan
  • Nama dokter yang memeriksa
  • Tempat, tanggal, dan jam pemeriksan dilakukan
  • Nama perawat yang menyaksikan pemeriksaan
Anamnesis merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif. Jadi, seharusnya anamnesis tidak dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul "keterangan yang diperoleh dari korban". Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus. Anamnesa diberikan bila diminta oleh penyidik dan tidak secara otomatis dilampirkan dalam Visum et Repertum.

Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal, dan tempat lahir, status perkawinan, siklus haid untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit kelamin, penyakit kandungan dan penyakit lainnya seperti epilepsi, katalepsi, syncope. Keterangan pernah atau belum pernah bersetubuh, saat persetubuhan terakhir, adanya penggunaan kondom.

Hal khusus yang perlu diketahui adalah tanggal dan jam kejadian. Bila antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu bukan perkosaan tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak disetujui oleh wanita yang bersangkutan karena berbagai alasan, misalnya merasa tertipu, cemas terjadi kehamilan atau karena ketakutan diketahui orangtuanya bahwa dia sudah pernah bersetubuh maka mengaku disetubuhi secara paksa. Jika korban benar telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Pada pelaporan yang terlambat, ada kemungkinan pula karena korban diancam untuk tidak melapor ke polisi. 

Hal selanjutnya yang ditanyakan adalah tempat kejadian. Adanya rumput, tanah dan lainnya yang melekat pada pakaian dan tubuh korban dapat dijadikan petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian. Perlu diketahui pula apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban akan ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada alat kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang. Temukan adanya kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan atau dibuat pingsan dengan pemberian obat tidur/bius. Dalam hal ini diperlukan sampel pengambilan urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.Perlu ditanyakan pula apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi, dan mengganti pakaian.

Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti helai demi helai, apakah terdapat robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian, kancing yang terputus akibat tarikan, bercak darah, air mani, lumpur, dan lainnya yang berasal dari tempat kejadian. Apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak. Bila tidak ada fasilitas pemeriksaan , maka benda-benda yang melekat dan pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan dikirim ke laboratorium forensik di kepolisian atau bagian ilmu kedokteran forensik dalam keadaan dibungkus, tersegel dan disertai berita acara pembungkusan dan penyegelan.

Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum seperti penampilan rambut yang rapi atau kusut, wajah dalam keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah. Adanya tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran akibat pemberian obat tidur/bius, adanya needle marks. bila ada indikasi maka diperlukan pengambilan urin dan darah. Adanya memar atau luka lecet pada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang. Dicatat pula tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint, tinggi dan berat badan, tekanan darah, keadaan jantung, paru, dan abdomen.

Pemeriksaan bagian khusus daerah genitalia meliputi adanya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering yang akan digunting untuk pemeriksaan laboratorium. Jika dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas pada badan wanita maka harus diambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai bahan pembanding (matching). Perlu ditemukan bercak air mani di sekitar alat kelamin dengan cara dikerok menggunakan sisi tumpul skapel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan garam fisiologis. Pada vulva, perlu diteliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan seperti hiperemi, edema, memar dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina apakah hiperemi/edema dan penggunaan kapas lidi untuk pengambilan bahan pemeriksaan sperma dari vestibulum.

Pemeriksa jenis selaput dara untuk melihat adanya ruptur dan penentuan apakah ruptur tersebut baru atau lama. Bedakan ruptur dengan celah bawaan dari ruptur dengan memperhatikan sampai di pangkal selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai pangkal sedangkan ruptur dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut bila ruptur sudah sembuh, sedangkan ruptur yang tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan parut. Ruptur akibat persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan. Tentukan pula besar orifisium apakah sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau 2 jari. Ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5 centimeter sedangkan lingkaran persetubuhan yang dapat terjadi menurut Voight minimal 9 centimeter. Pada persetubuhan tidak selalu disertai deflorasi.

Pemeriksaan selanjutnya pada frenulum labiorum pudendi dan comissura labiorum posterior untuk melihat keutuhannya. Pemeriksaan vagina dan serviks dilakukan dengan spekulum bila keadaan alat genital memungkinkan dan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit kelamin. Pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina dilakukan dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dari spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput dara masih utuh, pengambilan bahan dibatasi dari vestibulum saja.

Pemeriksaan terhadap kuman Neisseria gonorrhoeae dari sekret urether (urut dengan jari) dan dipulas dengan pewarnaan Gram. Pmeriksaan dilakukan pada hari ke-I, III, V, dan VII. Jika pada pemeriksaan didapatkan N.gonorrheae berarti terbukti adanya kontak seksual dengan seorang penderita, bila pada pria tertuduh juga ditemukan maka ini akan menjadi bukti yang kuat. Jika terdapat ulkus, sekret perlu diambil untuk pemeriksaan serologik atau bakteriologik. Pemeriksaan kehamilan dan toksikologik terhadap urin dan darah juga bisa dilakukan bila ada indikasi.

Pemeriksaan pada pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian dengan menemukan bercak semen, darah, mani dan lainnya.Darah mempunyai kemungkinan berasal dari dari darah deflorasi. Disini penentuan golongan darah penting dilakukan. Dapat pula ditemukan tanda bekas kekerasan akibat perlawanan korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis dengang menekankan kaca obyek pada glans penis, daerah korona atau frenulum dan kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca obyek tersebut dan sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen. Pada sediaan ini dapat pula ditemukan adanya spermatozoa. Perlu pula dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin.

0 comments to “Pemeriksaan Medis Kasus Kejahatan Seksual (3)”