Emosi penderita yang meluap-luap dan keinginannya mendapatkan pujian serta rayuan sangat tinggi. Bahkan tak jarang ia mendramatisir cerita, berharap bisa mendapat perhatian yang lebih. Hati-hati, itu semua merupakan gejala gangguan kepribadian histrionik.
Sebelumnya, gangguan kepribadian histrionik dikenal sebagai 'histerikel personality', yaitu gangguan kepribadian yang cenderung mudah histeris. Manusia dengan gangguan histrionik merupakan pribadi yang membutuhkan perhatian lebih besar dari lingkungan sehingga tampil dengan mendramatisir atau bereaksi heboh terhadap sesuatu yang menurut orang lain biasa saja. Mereka juga bersifat sugestif, yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan. Orang dengan gangguan histrionik sangat ingin mendapatkan apresiasi dan menjadi pusat perhatian dalam lingkungannya sehingga tak jarang mereka berpenampilan atau berprilaku berlebihan pada saat yang tidak tepat.
Gangguan kepribadian histrionik merupakan sebuah gangguan yang tidak diturunkan. Hanya saja, pola asuh orang tua (yang juga menderita gangguan kepribadian ini) sebagai sosok yang dicontoh dalam perannya sebagai modeling oleh anak sehingga berpeluang menurunkan karakter histerikel. Kepribadian histerik sebenarnya sudah terlihat pada masa kanak-kanak dan jika diabaikan hingga menjelang akhir remaja, kepribadian histerik bisa berlanjut menjadi gangguan kepribadian.
Beberapa sifat yang cenderung kurang baik, seperti mudah terstimulasi dengan situasi diluar bisa diturunkan orang tua lewat pola asuhnya. Namun bukan berarti orang tua dengan gangguan histrionik akan secara otomatis melahirkan anak dengan kepribadian yang sama. Tergantung stimulasi dan pengalaman yang dialami serta lingkungan yang dirasakan anak. Biasanya penderita memiliki masa kecil yang kurang baik. Misalnya penyimpangan seksual, kekerasan fisik atau psikis dari orang tua sehingga menimbulkan trauma dan rasa kurang diakui. Karena merasa kurang diakui maka membuat penderi mencari perhatian dengan cara berlebihan.
Gangguan kepribadian ini bisa dialami semua jenis kelamin. Pada wanita yang memiliki kecenderungan menyukai perhatian maka gangguan kepribadian histrionik yang diderita pun cenderung bersifat ingin mendapatkan perhatian lebih. Wujud manifestasi gejala ini ditandai dengan dandanan berlebihan dan heboh. Sementara pada pria dengan gangguan kepribadian histrionik, biasanya kurang memiliki rasa percaya diri sehingga mereka tampil dengan histerik karena ingin diakui dan dianggap 'tinggi' oleh lingkungan. Para pria penderita gangguan ini memilih tampil dan berusaha menarik lingkungan dengan menunjukkan keberhasilan-keberhasilan dalam berbagai eksistensinya.
Penderita gangguan kepribadian histrionik tidaklah mudah beradaptasi dan emosinya mudah terstimulus. Biasanya, hubungan sosial penderita datar dan sulit untuk mendalam. Bahkan hubungan dengan pasangannya juga rentan dengan masalah karena mereka terlalu banyak menuntut.
Terapi pada gangguan kepribadian histrionik sulit dilakukan karena biasanya penderita tak menyadari adanya gangguan kepribadian ini. Gangguan kepribadian ini juga dianggap tidak mengganggu dan biasanya mulai ditangani saat mereka datang dengan alasan lain. Misalnya mengalami depresi karena tidak diterima lingkungannya.
Terapi yang diberikan pada penderita gangguan kepribadian histrionik sangat beragam, tergantung derajat keparahannya. Salah satunya adalah terapi kognitif yang bertujuan mengubah pola pikir penderita yang merasa tidak mampu menolong dirinya sendiri, sehingga berkembang dan pada akhirnya merasa mampu. Terapi obat biasanya akan diberikan pada penderita yang mengalami depresi saja.
Keberhasilan terapi tergantung besarnya keinginan penderita untuk sembuh dan berubah. Sayangnya, gangguan kepribadian histrionik tidak bisa hilang, hanya bisa dikontrol.
Narsis merupakan sebuah gangguan kepribadian yang cenderung memuja diri sendiri secara berlebihan. Sumber kesalahannya ada pada kesalahan pola asuh sejak kecil. Anak yang selalu dimanja, dilayani, dituruti semua keinginannya dan dianggap anak yang paling sempurna akan tumbuh mengalami gangguan tersebut karena sejak kecil ditanamkan kekaguman berlebihan namun umpan balik yang diterima tidak seimbang.
Orang narsis memiliki tingkat ego tinggi yang amat butuh dikagumi dan diperhatikan banyak orang. Mereka kurang atau bahkan tidak memiliki empati pada orang sekitarnya. Orang narsisme sering berpatokan pada hal yang tidak normal dan tidak realistis untuk mendapatkan sebuah pengakuan, perhatian dan pengagum. Terkadang mereka melakukan tindakan narsisme untuk mencari rasa aman dari kelemahan sehingga mampu membuatnya tetap eksis.
Sebenarnya orang narsis tidak seperti yang mereka gambarkan, hanya saja mereka berani dan terlalu percaya diri tampil dengan potensi yang dimiliki. Maka tak heran jika aksi narsisnya dimulai dari sebuah kebohongan demi kepentingan popularitasnya. Akibatnya orang-orang disekitarnya pun merasa tidak nyaman dan terganggu. Selain itu, seorang pengidap narsisme tidak mau mendengar pendapat orang lain dan merasa paling benar. Sikap egois dan tidak toleran tersebut juga dapat memicu rasa jengkel orang lain dan ketidaknyamanan berhubungan sosial dengannya. Yang terparah adalah orang narsis sering dan tanpa malu mengakui hasil karya orang lain sebagai hasil karyanya. Mereka juga suka memaksa orang lain melihat dirinya seperti dia melihat dirinya sendiri.
Menyadarkan seorang pengidap narsisme amatlah sulit, dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Namun demikian, kemungkinan untuk sembuh masih memungkinkan, tergantung dari tingkat keparahannya. Gangguan kepribadian narsis dapat disembuhkan melalui terapi kognitif, psikodinamis, dan perilaku. Terapi ini difokuskan pada penyadaran diri dan pembangunan pola pikir. Terapi akan lebih mudah dilakukan bila mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya dan bila perlu orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Prof. Petro Petrini Seorang neorolog di Fakultas Kedokteran Universitas of Pisa, Italia dia meneliti pengaruh sikap memaafkan dan toleran terhadap kinerja otak
Dia ingin membuktikan bahwa sikap memafkan dan toleran mampu membuat kondisi kesehatan menjadi lebih baik
Contoh wanita yang tidak mampu memafkan suaminya yang telah mengkhianatinya dia mengatakan penceraian menimbulkan kesedihan dengan presentasi yang cukup tinggi dan bisa mempengaruhi keseimbangan seseorang baik jiwa ataupun sarafnya
DR. Muhammad Mahmud Abdul Kadir menulis dalam makalahnya puasa-chemical atau puasa ditinjau dari sisi kimia dan keajaiban pituitary ( kelenjar bawah otak ); marah, benci, atau dengki terhadap orang lain dapat merusak seseorang karena pesan marah, benci dan dengki tadi akan di sebar dan di pindahkan ke seluruh sisi sisi otak bagian atas dan diterima pusat pusat kimia otak, lalu berinteraksi dengannya
Pesan tadi dibawa lagi dengan proses kimia yang amat ajaib ke organ yang disebut Hypotalus. Disana pesan dibawa ke kelenjar Puitary yang bertugas menyemprotkan hormon hormon utama ke dalam darah ( yang membawa semua perintah ke kelenjar kelenjar hormon dalam tubuh dan bertugas menstimulus pengeluaran hormon ).
Pada saat kemarahan memuncak , kelenjar adrenal mengeluarkan hormon hormonnya berdasarkan perintah yang diterima dari kelenjar Pituitary. Kelenjar ini pun mengeluarkan kelenjar Adrenalin, kelenjar Costisone dan hormon hormon lain yang dapat merusak proses kimia tubuh dan memorak porandakan jaringan jaringan tubuh. Tubuh menjadi mudah terserang penyakit seperti angina pectoris ( kejang jantung ), arteriosclerosis ( penyempitan pembuluh nadi/pengerasan nadi ), diabetes, peningkatan kolesterol dan tekanan darah tinggi.
Barang siapa menahan marah padahal ia mampu meluapkan, Alloh swt akan memanggilnya di atas kepala para makhluk sehingga Alloh swt menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia inginkan agar dijadikan pasangannya. ( HR. Ashabus sunan )
Dan ternyata salah satu tanda orang bertaqwa adalah senantiasa memafkan kesalahan orang lain ( Ali Imron : 133-134 )
Sudahkah anda memaafkan kesalahan orang lain?
copas from http://www.facebook.com/note.php?note_id=410922701041
Bismillahirrohmanirrohiim.
Tulisan ini dikutip dari buku Pendidikan dan Perilaku Kesehatan oleh Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo. Lumayan jadi dokumentasi pas ngerjain skripsi hehee. Moga bermanfaat. Amiin.
Prinsip 1 : Belajar adalah suatu pengalaman yang terjadi di dalam diri si pelajar yang diaktifkan oleh individu itu sendiri.
Proses belajar dikontrol oleh si pelajar sendiri dan bukan oleh si pengajar. Perubahan persepsi pengetahuan, sikap, dan perilaku adalah suatu produk manusia itu sendiri, bukan kekuatan yang dipaksakan kepada individu. Belajar bukan berarti melakukan apa yang dikatakan atau yang diperbuat oleh pengajar saja tetapi suatu proses perubahan yang unik di dalam diri si pelajar sendiri. Oleh karena itu mengajar bukan berarti memaksakan sesuatu terhadap si pelajar tetapi menciptakan iklim atau suasana sehingga si pelajar mau melakukan dengan kemauan sendiri apa yang dikehendaki oleh si pengajar.
Prinsip 2 : Belajar adalah penemuan diri sendiri.
Hal ini berarti bahwa belajar adalah proses penggalian ide-ide yang berhubungan dengan diri sendiri dan masyarakat sehingga pelajar dapat menentukan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai. Untuk itu segala sesuatu yang relevan bagi pelajar harus ditemukan oleh pelajar itu sendiri.
Prinsip 3 : Belajar adalah konsekuensi dari pengalaman.
Seseorang menjadi bertanggung jawab ketika ia diserahi tanggung jawab. Ia menjadi atau dapat berdiri sendiri bila ia mempunyai pengalaman dan pernah berdiri sendiri. Manusia tidak akan mengubah perilakunya hanya karena seseorang mengatakan kepadanya untuk mengubahnya. Untuk belajar yang efektif tidak cukup jika hanya dengan memberikan informasi saja, tetapi kepada pelajar tersebut perlu diberikan pengalaman.
Prinsip 4 : Belajar adalah proses kerja sama dan kolaborasi.
Kerja sama akan memperkuat proses belajar. Manusia pada hakikatnya senang saling bergantung dan saling membantu. Dengan kerja sama, saling berinteraksi dan berdiskusi, di samping memperoleh pengalaman dari orang lain juga dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran dan daya kreasi individu.
Prinsip 5 : Belajar adalah proses evolusi, bukan revolusi karena perubahan perilaku memerlukan waktu dan kesabaran.
Perubahan perilaku adalah suatu proses yang lama karena memerlukan pemikiran-pemikiran dan pertimbangan orang lain, contoh, dan mungkin pengalaman sebelum menerima atau berprilaku baru. Bagaimanapun menguntungkannya bagi dirinya, belajar akan selalu dirasakan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan dan sangat mengganggu. Untuk itu dalam mengajar hasilnya tidak dapat diperoleh dengan segera dan tidak boleh tergesa-gesa tetapi memerlukan kesabaran dan ketekunan.
Prinsip 6 : Belajar kadang-kadang merupakan suatu proses yang menyakitkan karena menghendaki perubahan kebiasaan yang sangat menyenangkan dan sangat berharga bagi dirinya, bahkan mungkin harus melepaskan sesuatu yang menjadi jalan hidup atau pegangan hidupnya.
Untuk itu dalam memperkenalkan hal-hal baru yang menghendaki seseorang berprilaku baru sebaiknya dilakukan tidak secara drastis dan radikal. Harus berhati-hati dan sedikit demi sedikit sehingga individu mau meninggalkan perilaku lama dengan senang hati, tidak menyakitkan hati, dan tidak menimbulkan frustasi.
Prinsip 7 : Belajar adalah proses emosional dan intelektual.
Belajar dipengaruhi oleh keadaan individu atau si pelajar secara keseluruhan. Belajar bukan hanya proses intelektual tetapi emosi juga turut menentukan. Oleh karena itu hasil belajar sangat ditentukan situasi psikologis individu pada saat belajar. Bila seseorang sedang dalam keadaan kalut, murung, frustasi, konflik, dan tidak puas, maka jangan dibawa ke dalam suatu proses belajar.
Prinsip 8 : Belajar bersifat individual dan unik.
Setiap orang mempunyai gaya belajar dan keunikan sendiri dalam belajar. Untuk itu pengajar harus menyediakan media belajar yang bermacam-macam sehingga tiap individu dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan keunikan dan gaya masing-masing.
Seluruh prinsip-prinsip tersebut mencakup situasi proses belajar yang menguntungkan, mempunyai ciri-ciri komunikasi yang bebas dan terbuka, konfrontasi penerimaan, respek, diakuinya hak untuksalah, kerja sama kolaborasi, saling mengevaluasi, keterlibatan tiap individu, aktif, kepercayaan, dan lainnya.
When we think of addiction, most of us think of alcoholism or drug abuse. But the easy access, anonymity, and constant availability of the Internet, email, texting, chatting and twittering has led to a new form of compulsive and dependent behavior, techno-addicts. The same neural pathways in the brain that reinforce dependence on substances can reinforce compulsive technology behaviors that are just as addictive and potentially destructive. Almost anything that we like to do - eat, shop, gamble, have sex - contain the potential for psychological and physiological dependence.
Whether we're watching TV, playing an interactive video game, or simply searching online for an old movie title, our brains and other organs automatically react to the monitor's rapidly changing, staccato stimuli : heart rate slows, brain blood vessels dilate, and blood flows away from major muscles. As we continue staring at the screen, this physical reaction helps our brains focus on the incoming mental stimuli, and the constant flow of visual stimuli can shift our orienting responses into overdrive. Eventually, however, rather than continued mental stimulation, we begin to experience fatigue. After a computer or video marathon, our concentration abilities often decline, and many people report a sense of depletion - as if the energy has been "sucked out of them." Despite these side effects, computers and the Internet are hard to resist, and our brains can get hooked rapidly - especially young ones. Sales of video games world-wide are stronger than ever.
Self-proclaimed Internet addicts report feeling a pleasurable mood burst or "rush" from simply booting up their computer, let alone visiting their favorite websites - just as shopping addicts get a thrill from scanning sale ads, putting their credit cards in their wallets, and setting out on a spending spree. These feelings of euphoria, even before the actual acting out of the addiction occurs, are linked to brain chemical changes that control behaviors ranging from a seductive psychological draw to a full-blown addiction. The brain-wiring system that controls these responses involves the neurotransmitter dopamine, a brain messenger that modulates all sorts of activities involving reward, feeling good, exploration and punishment.
Internet addiction is a relatively new clinical disorder that is inconsistently recognized as an official addiction. It can be considered similar to gambling, where a person is addicted to an act rather than a thing. People with Internet addiction disorder spend a lot of time online--enough that it interferes with their daily lives. They may spend their days obsessively checking email, playing online games or browsing social network sites. This addiction is increasingly gaining attention. And as a result of more addicts being discovered, more people are taking Internet addiction seriously even if it's not officially recognized as a disorder.
Dopamine is responsible for the euphoria that addicts chase, whether they get it from methamphetamine, alcohol, or Internet gambling. The addict becomes conditioned to compulsively seek, crave and recreate the sense of elation while off-line or off-drug. Whether it's knocking back a few whiskeys or betting on the horses, dopamine transmits messages to the brain's pleasure centers causing addicts to want to repeat those actions - over and over again, even if the addict is no longer experiencing the original pleasure and is aware of negative consequences.
The mental reward stimulation of the dopamine system is a powerful pull that non-addicts feel as well. Studies of volunteers enrapt in addictive video games show that gamers continue to play on despite multiple attempts to distract them. The dopamine system allows them to tolerate noise and discomfort extremely well. Previous research has shown that both eating and sexual activity drive up dopamine levels. Even checking email can become a compulsive behavior that's hard to stop.
It is not the technology itself that is addictive, but rather the specific application-of-choice. People can get hooked on Internet searching, online dating, Web shopping, porn sites, on-line gambling, or even checking their email. Even if you are not addicted to the Internet or any other technology, you may be struggling with its enticement. Ask yourself if this is an issue for you, a family member or friend, then consider what you can do to get help.
The Basics
Internet addiction disorder is a disorder that's considered to be a "process addiction." People with this disorder are addicted to an activity--in this case surfing the Internet--not a substance such as alcohol or drugs. They experience symptoms of tolerance and withdrawal as with any other addiction.
Identification
People with Internet addictions spend a lot of time online, to the point that it interferes with their daily life. The amount of time spent online is not necessarily indicative of a disorder. What's important is the extent to which spending time on the Internet negatively affects a person's normal life. People with Internet addiction disorder may give up their social lives, work lives and slack on personal hygiene. They may experience excessive fatigue, apathy and racing thoughts and may seem irritable and angry when not online. They may lie about how much time they spend online.
Significance
In 2008, China became the first country to recognize Internet addiction as a clinical disorder. As of 2009, Internet disorder is not recognized as a disorder in the U.S. However, some organizations consider it to be. The American Psychological Association (AMA) formally recognizes Internet addiction as a disorder.
Theories/Speculation
No one is sure what causes an Internet addiction. One theory is that people don't become addicted to the Internet itself--they use the Internet as a vehicle for their real addictions, such as gambling or sex. Another theory is that people become addicted because they feel a "rush" when going online. This rush is repeatedly reinforced, perhaps by meeting someone new in a chat room, and they keep logging on for more. People with addictive personalities or who are socially awkward and isolated may be more prone to Internet addiction.
Prevention/Solution
Just as with other disorders, the first step in recovery is realizing you have a problem. There are many Internet addiction support groups that offer peer-to-peer counseling for addicts. People with disorders must identify patterns of misuse, identify underlying problems and work to create ways to manage their dependence on the Internet.
copas from my inbox message group http://www.facebook.com/group.php?gid=310493738486
Uang banyak, penampilan menarik serta ketenaran sekilas tampak sebagai jalan menuju kebahagiaan. Ternyata kenyatannya tidak demikian, menurut sebuah studi. Para peneliti dari University of Rochester di New York mengikuti 147 lulusan universitas sebagai responden, yang dievaluasi mengenali tujuan serta kebahagian mereka. Penelitian dilakukan satu tahun setelah kelulusan dan 12 bulan setelah itu. “Hasil yang dicapai yang bersifat ekstrinsik atau “American Dream”, tidak berkontribusi terhadap kebahagiaan sama sekali pada kelompok itu, namun sedikit berpengaruh terhadap kondisi kesehatan,” ujar pemimpin penelitian sekaligus Profesor Psikologi, Edward Deci. Bagi partisipan yang berhasil memperoleh harta kekayaan dan ketenaran, justru lebih sedikit merasa bahagia dibandingkan mereka yang mengalami kemajuan pada tujuan intrinsik dari dalam diri seperti perkembangan kemampuan pribadi.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Edward menuturkan, beberapa partisipan mengatakan proses untuk memperoleh harta, popularitas dan imej membuat mereka merasa bagaikan boneka dalam kehidupan. “Para partisipan yang memfokuskan diri pada hasil intrinsik seperti perkembangan diri, menjaga hubungan dan membantu masyarakat secara sosial justru mengalami kepuasan hidup secara substansial, mapan dan bahagia,” tutur Edward. Hasil penelitian yang dilakukan itu, mendukung teori Edward mengenai perkembangan motivasi manusia yang dikembangkan bersama rekannya, Richard Ryan. Teori tersebut mengataan, manusia sangat tergantung terhadap pemenuhan kebutuhan dasar untuk otonomi, kompetensi dan hubungan. Hasil tersebut, lanjut Edward, berhasil menguatkan penelitian sebelumnya yang mengungkap jika seseorang berkomitmen terhadap tujuannya kemungkinan besar akan sukses. Namun, penelitian terbaru kali ini menemukan, pencapaian terhadap tujuan tidak selalu membawa kebahagiaan dan kemakmuran.
Sebaliknya, para peneliti menemukan, pencapaian hasil yang bersifat materi seperti gaji tertentu dapat berdampak buruk pada kesehatan. Sementara, partisipan yang lebih menjunjung tujuan seperti hubungan yang intensif, perkembangan diri dan partisipasi masyarakat lebih banyak memiliki perasaan positif dan merasakan kebahagiaan. Dibalik rasa puas yang dirasakan oleh partisipan yang lebih mengejar tujuan intrinsik, jelas Edward, karena mereka berhasil memenuhi tiga kebutuhan dasar terhadap otonomi, kompetensi dan berhubungan baik dengan orang lain. “Tujuan hidup layaknya Impian Amerika, justru akan membuat seseorang merasakan kepuasaan yang lebih sedikit, tak berguna pada dunia serta memicu timbulnya penyakit,” paparnya.
Hasil penelitian tersebut tidak mengejutkan bagi Profesor Psikologi di University of California, Sonja Lyubomirsky yang telah menulis buku berjudul “The How of Happiness”. “Kesimpulan penelitian itu mendukung dan memperluas hasil sebelumnya yang menunjukkan pengejaran dan tujuan dari tujuan intrinsik dapat diasosiasikan dengan kemakmuran,” tuturnya. Bagi para mahasiswa yang baru lulus, Edward kemudian memberi saran, jika mereka ingin tetap mengejar impian materi ala Amerika maka sebaiknya imbangi dengan sesuatu yang lebih dalam dan penting bagi kebutuhan manusia. Seperti hubungan yang dilandasi kasih sayang, perkembangan pribadi dan kontribusi terhadap masyarakat.
Allah Ta’aala Berfirman:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”
Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”.
(QS. 20 Thaahaa: 124-126))
copy from : http://www.facebook.com/notes/kembang-anggrek/hasil-penelitian-uang-tak-bisa-membeli-kebahagiaan-/495668980569
This is my result from iPersonic personality test : Spontaneous Idealist.
Spontaneous Idealists are creative, lively and open-minded persons. They are humorous and dispose of a contagious zest for life. Their enthusiasm and sparkling energy inspires others and sweeps them along. They enjoy being together with other people and often have an uncanny intuition for their motivations and potential. Spontaneous Idealists are masters of communication and very amusing and gifted entertainers. Fun and variety are guaranteed when they are around. However, they are sometimes somewhat too impulsive in dealing with others and can hurt people without really meaning to do so, due to their direct and sometimes critical nature.
This personality type is a keen and alert observer; they miss nothing which is going on around them. In extreme cases, they tend to be oversensitive and exaggeratedly alert and are inwardly always ready to jump. Life for them is an exciting drama full of emotionality. However, they quickly become bored when things repeat themselves and too much detailed work and care is required. Their creativity, their imaginativeness and their originality become most noticeable when developing new projects and ideas - they then leave the meticulous implementation of the whole to others. On the whole, Spontaneous Idealists attach great value to their inner and outward independence and do not like accepting a subordinate role. They therefore have problems with hierarchies and authorities.
If you have a Spontaneous Idealist as your friend, you will never be bored; with them, you can enjoy life to the full and celebrate the best parties. At the same time, they are warm, sensitive, attentive and always willing to help. If Spontaneous Idealists have just fallen in love, the sky is full of violins and their new partners are showered with attention and affection. This type then bubbles over with charm, tenderness and imagination. But, unfortunately, it soon becomes boring for them once the novelty has worn off. Boring everyday life in a partnership is not for them so that many Spontaneous Idealists slip from one affair into another. However, should the partner manage to keep their curiosity alive and not let routine and familiarity gain the upper hand, Spontaneous Idealists can be inspiring and loving partners.
Adjectives which describe your type: spontaneous, enthusiastic, idealistic, extroverted, theoretical, emotional, relaxed, friendly, optimistic, charming, helpful, independent, individualistic, creative, dynamic, lively, humorous, full of zest for life, imaginative, changeable, adaptable, loyal, sensitive, inspiring, sociable, communicative, erratic, curious, open, vulnerable.
As a Spontaneous Idealist you are one of the extroverted personality types. You enjoy working in a colorfully diverse group of people who interest and inspire you. Working in a “secluded room” is not your thing. Your sense for the motivation of others is almost eerie. You constantly observe that which happens around you and have no problems noticing all sorts of things simultaneously or communicating with several people at the same time.
Your enthusiasm is contagious to others and that is why your colleagues and friends all appreciate you as an important member of your team. Your articulateness and your sensitive ear for nuances in conversations with others obviously play a role. For you, this team-oriented environment is very important because you need to receive positive feedback and recognition like other people need air to breathe. It would be practically impossible for you to contribute everything you need to maintain your high ideals, by yourself.
Variety, challenges and fun are important ingredients of your area of responsibility. You appreciate receiving new stimulation, meeting new people, and continuously collecting unique experiences. However, too much routine, too much detail work and the necessity to stick with one project for a very long time is not your thing. Your strength are creative problem solutions, discovering new ways and opportunities, the conceptualization of new ideas on one hand, but not so much their concrete implementation on the other. Ideally, you have a staff of capable colleagues that takes over your concepts and runs with them.
Your working environment should be chosen to continuously offer new developments that you can then deal with and by which you can measure yourself. Once you figure out at that a profession can only offer you limited professional and personal self-improvement alternatives you would probably become very unhappy. Particularly for people of your type it is worthwhile to once in a while consider a radical change in your profession. You will be able to deal with the associated demands without a problem as long as your curiosity and need for self-development are satisfied at the same time.
When you are in love, you easily outperform all other personality types in terms of enthusiasm and panache. Then your commitment knows no limits. You go out of your way in your eagerness to express your affection, and in your happiness, you are ready to embrace the entire world. When watching your attempts to flirt, one can’t help but think about a puppy dancing happily around its new playmate. Then for you simply nothing exists but your newfound love. „Hold your horses!“ - “Discretion is the better part of valor!” - “All that glitters is not gold!” - these worldly wisdoms are nothing but a waste of time.
With the entire spontaneity of your personality type, you instinctively immerse yourself in your emotions because you are sure that this time you have found the perfect partner. And you want everything here and now. You can probably go through as many divorces and separations as you want, but you are never going to learn from experience and at the age of 70 - and with shining eyes - you are still ready to walk down the aisle. Your friends may sometimes have a problem watching this, but they can only shake their heads in exasperation, and hope and pray, because in those moments you won’t accept advice from anyone. Then it would be easier to get in the way of a Tsunami.
In a long-term partnership you are a charming, affectionate, and unconventional partner, always good for a surprise, always there if you are needed, always ready for a loving compliment. As generous as you are with your feelings, so do you love to spend money and lavish your partner with gifts - sometimes even causing the very security minded and conservative types in the relationship to get a little weak in the knees. Should they now be happy that you abducted them to a luxury hotel for a romantic weekend, or should they be concerned whether there will be a problem when the next rent payment becomes due? Everyday things only interest you peripherally anyway; sometimes you walk with a downright childish confidence through life believing that the universe, fate or some other supreme powers are going to make sure that at the end everything will work out. So, why worry and save? It is interesting that this sometimes even works!
Sophaholic merupakan perilaku individu yg tidak mampu menahan keinginannya utk berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang meskipun barang2 yg dibelinya tidak selalu dibutuhkan. Seorang yg sophaholic membutuhkan penanganan yg serius karena dapat mendorongnya melakukan tindakan kriminalitas. Contoh kasus yg saat ini marak terjadi pada para pengguna kartu kredit yg terjebak berbelanja tanpa memperhitungkan kemampuannya utk membayar tagihan,akhirnya mereka diburu oleh debt collector bahkan ada yg terpaksa melakukan kejahatan demi melunasi hutangnya.
Beberapa penyebab sophaholic misalnya pd penganut gaya hidup hedonis (materialis) dan berpersepsi bahwa manusia adalah human having. Human having adalah seseorang yg cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yg dimiliki seperti punya mobil,rumah,dan jabatan. Persepsi ini akan mengakibatkan seseorang terus merasa kekurangan,selalu diliputi kecemasan dan tidak termotivasi utk mengejar kebutuhan pd tingkat lebih. Penyebab lainnya adalah kecemasan yg berlebihan karena mengalami trauma di masa lalu,misalnya dilecehkan oleh teman karena tidak memiliki barang tertentu yg sedang tren saat itu. Pernah hidup kekekurangan namun ingin menunjukkan jati dirinya dgn belanja berlebihan pun,bisa menjadi salah satu penyebab. Adanya pikiran2 atau obsesi yg tidak rasional,sehingga menimbulkan depresi dan kecemasan. Selain itu,iklan2 yg ditampilkan berbagai media yg menggambarkan bahwa pola hidup konsumtif dan hedonis merupakan sarana utk melepaskan diri dari stress pun dapat memberikan pengaruh
Tidak hanya perempuan saja yg dapat menderita kelainan ini,laki2 pun jg berpeluang sama besarnya. Bila perempuan sophaholic lebih suka membeli pakaian,make-up,perhiasan dan sepatu maka pria sophaholic suka membeli barang2 elektronik seperti handphone,MP3player,playstation,dan lainnya. Sophaholic merupakan salah satu bentuk gangguan psikologis yg disebut obsesif-kompulsif,yaitu suatu gangguan yg ditandai dgn adanya pikiran yg selalu berulang dan menghantui seseorang utk melakukan perilaku yg selalu dilakukan berulang,tetapi jika tidak dilakukan maka orang tersebut akan merasa tersiksa. Penderita gangguan ini sebenarnya merasakan bahwa apa yg dilakukannya tidak rasional namun tidak mampu mengontrol kebiasaan yg dilakukan tersebut. Gejala gangguan ini yaitu merasa tertekan oleh pikiran2 obsesi yg muncul dari dalam dirinya dan menyebabkan kecemasan,melakukan perilaku yg berulang utk meredakan perasaan tidak nyaman maupun utk menghilangkan ketegangan.
Bila Anda merasa gejala demikian,sebaiknya segera mencari akar permasalahannya,bisa melalui psikolog atau berusaha utk menemukannya sendiri dgn mencari jawaban tentang hal yg menyebabkan cemas berlebihan dan kesulitan utk mengatasi ketegangan. Obsesif kompulsif merupakan indikasi adanya persoalan yg tidak terselesaikan atau dihadapi dgn cara yg keliru sehingga menciptakan masalah baru. Utk sembuh dari sophaholic dibutuhkan usaha dan ketekunan,kedisiplinan serta pengendalian diri. Selain itu empati dari anggota keluarga akan sangat membantu dalam mempercepat kesembuhan. Sophaholic dapat diatasi dgn Cognitive Behavioral Theraphy (CBT) dan terapi relaksasi. CBT akan membantu penderita utk mengatasi pikiran dan perilakunya yg tidak rasional dan mencegah penderita utk melakukan kebiasaan belanja terus menerus. Terapi relaksasi berguna utk membantu mengurangi kecemasan dan membantu penderita utk rileks dalam menghadapi pikiran2 obsesif yg muncul. Penderita juga perlu dilatih utk membedakan antara keinginan dan kebutuhan sehingga dapat mulai mengontrol kebiasaan belanjanya yg tidak rasional.
Agar tidak menjadi sophaholic maka sebaiknya belajar mengendalikan diri saat berbelanja dan berupaya mengatasi stress dgn cara yg positif. Lakukanlah perencanaan pengeluaran ketika akan pergi berjalan2 sehingga dapat mengontrol perilaku belanja. Menghindari sale juga perlu dilakukan karena hal tersebut akan menjadi salah satu godaan utk terus berbelanja dgn alasan harga yg murah padahal barang yg dibeli tidak dibutuhkan. Berkomitmenlah hanya akan membeli barang yg benar2 dibutuhkan. Selain itu bukukanlah pengeluaran yg telah dilakukan dan mencatat barang2 kebutuhan pokok apa saja yg memang perlu utk dibeli sehingga dapat mengontrol perilaku belanja. Jangan ragu utk meminta bantuan anggota keluarga atau teman dekat utk mendukung upaya agar tidak menjadi pribadi yg sophaholic.
Setiap orang sebetulnya bias mengetahui permasalahan yg perlu ditangani kalau ingin bersikap jujur pd diri sendiri meskipun tidak mudah utk berhadapan dgn kenyataan diri.
Tujuan memaafkan/meminta maaf adalah utk diri sendiri. Sehingga jika pertanyaannya apakah masih perlu dilakukan,jawabannya harus dikembalikan lagi ke diri sendiri. Kemarahan dan dendam/rasa bersalah hanya akan mengkonsumsi diri sendiri baik secara fisik,misalnya tidak bisa tidur,selalu berada dalam keadaan tegang,jantung berdebar2,dan lainnya ; maupun secara psikis misalnya tidak dapat berkonsentrasi karena terus memikirkan cara utk membalas atau terus menerus menyesali rasa sakit yg ditimbulkan,cemas,khawatir,takut,mudah marah,pahi,berpikiran negatif,dan lainnya.
Pd prinsipnya meminta maaf meliputi :
- pernyataan permintaan maaf ('saya minta maaf')
- mengakui kesalahan ('kata2/perbuatan saya salah')
- usul perubahan ('apa yg harus saya lakukan utk memperbaiki kesalahan saya')
- komitmen ('saya tidak akan melakukannya lagi')
- permintaan ('maukah kamu memaafkan saya ?').
Mengakui kesalahan dan melakukan perbaikan atas perbuatan/perkataan yg salah itu merupakan langkah awal utk memperbaiki hubungan.
Utk memaafkan,dapat dimulai dgn bersikap jujur dan mau bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Maksudnya di sini adalah berhenti menyalahkan orang lain. Sebagai orang dewasa,setiap insan mempunyai pilihan utk melanjutkan hidup dalam kedamaian atau kemarahan. Langkah selanjutnya adalah membawa semua perasaan sakit,kecewa,marah atau apa pun yg dirasakan ke permukaan agar dapat dikaji secara sadar. Sebelum semua perasaan tersebut diakui dan diterima,kedamaian yg ingin dicapai dari memaafkan,sulit utk terjadi.
Memaafkan tidak selalu berakhir dgn rekonsiliasi atau pemulihan hubungan seperti pd keadaan semula. Rekonsiliasi hanya dapat terjadi jika :
1. Pihak yg menyakiti menyesali perbuatan/perkataannya serta mau memperbaiki kerusakan yg terjadi.
2. Pihak yg disakiti mau memaafkan.
Tindakan memaafkan selalu menjadi pilihan mandiri seseorang,dgn atau tanpa keterlibatan pelaku. Bila kedua hal di atas dilakukan,bukan tidak mungkin rekonsiliasi terjadi dan hubungan kekerabatan berkembang menjadi lebih dewasa. Dalam memelihara hubungan apa pun,diperlukan usaha dari kedua belah pihak utk menjaga dan merawat keharmonisannya.
Pd situasi saat kata maaf tidak pernah terucap,hubungan dapat saja terjalin kembali. Tp biasanya ada yg mengganjal bagi kedua belah pihak yg belum terselesaikan. Dikuatirkan bila kemudian hari ada kejadian lain yg mengungkit hal yg tidak dibicarakan ini,masalah menjadi membesar dan saling dikaitkan. Sebagai akibat kerusakan hubungan menjadi lebih parah dan sulit utk diperbaiki.
Tulisan ini khusus Mei persembahkan kepada semua pihak yg pernah Mei sakiti dan seluruh pihak yg pernah menyakiti Mei. Mei memaafkan utk semua yg telah menyakiti,namun Mei belum sempat meminta maaf satu per satu pd pihak2 yg Mei sakiti. Semoga dgn tulisan ini,mengingatkan Mei akan kesalahan2 yg pernah diperbuat dan tidak berhenti meminta maaf serta bertanggung jawab kepada pihak2 yg belum sempat Mei temui,amiinn.
Tidak benar apabila seseorang tertarik dgn perempuan yg lebih tua usianya disebut oedipus complex atau malah kelainan jiwa. Pd dasarnya hubungan ini sama seperti hubungan lainnya yaitu dgn yg lebih muda atau dgn yg sebaya. Oedipus complex digunakan utk menjelaskan suatu tahapan yg akan dilewati seorang anak pd masa perkembangannya. Oedipus complex hanyalah sebuah konsep dari ahli psikoanalis,Sigmund Freud,yg ingin menunjukkan adanya konflik dalam diri seorang anak laki2 ketika menjalani tahapan perkembangannya (saat usia 3-5 tahun).
Freud meyakini si anak mencintai ibunya dan melihat sang ayah justru sebagai kompetitor dalam mereguk kasih sayang ibu. Menurutnya,rasa cemburu anak lelaki terhadap ayahnya bercampur dgn perasaan takut. Oleh karena itu anak berusaha meredam perasaan cintanya pd sang ibu dan sebagai gantinya melakukan identifikasi dgn ayah. Nama oedipus sendiri diambil dari mitos Yunani tentang oedipus yg tanpa sadar membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Ketika akhirnya diketahui,sang ibu bunuh diri dan oedipus membutakan matanya sendiri. Pd anak perempuan,ada nama khusus utk ini,yaitu elektra complex. Intinya sama,di bawah alam sadarnya,si anak perempuan terobsesi dgn sosok ayahnya dan di masa dewasanya nanti,hasrat utk mendapatkan kasih sayang dari ayahnya dia alihkan kepada pria umumnya.
PENGARUH OEDIPUS COMPLEX
Sebagian besar orang menilai oedipus complex/electra complex sebagai kelainan. Namun sekali lagi itu adalah sebuah konsep. Anak yg gagal mengidentifikasi,biasanya akan memiliki ketergantungan/kelekatan yg besar dgn ibu dan menganggap ibunya sebagai figur ideal. Hal itu seringkali mengganggu hubungan anak dgn perempuan lain saat mereka dewasa.
Inilah beberapa pengaruh oedipus complex yg mungkin bisa terjadi :
1. Terobsesi dgn sosok ibu.
Beberapa orang akan terobsesi mencari pasangan yg memiliki kemiripan dgn orangtuanya. Bisa dari segi usia,kemiripan wajah,sifat,dan lainnya. Hal ini bisa terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar karena telah tertanam didirinya.
2. 'Anak Mami'
Istilah ini biasanya mengacu pd anak laki2 yg meski telah dewasa tetap tidak dapat 'lepas' dan mandiri dari ibunya. Segala keputusan dan pilihan hidup dipengaruhi sang ibu. Bahkan setelah menikah pun,ibunya masih memiliki pengaruh yg sangat besar dalam kehidupannya.
Ada hal penting yg bisa ditarik dari konsep Freud tersebut,anak harus bisa belajar bahwa kasih sayang ibu tidak hanya utk dirinya tetapi juga terbagi pd ayah (dan juga anak yg lain apabila ada) sehingga dia bisa belajar mandiri atau memisahkan identitas pribadinya dari ibu. Apabila anak gagal utk memisahkan diri dgn ibunya maka anak akan terus bergantung dgn ibunya dan menjadi tidak mandiri.
Seorang perfeksionis menganggap bahwa segala sesuatu harus dikerjakan dgn serius dan sempurna,tidak boleh ada kesalahan,tidak boleh asal2an,tidak boleh ada cacat. Seorang perfeksionis bisa diciptakan,bukan bawaan sejak lahir,tetapi dibentuk sejak kecil. Orangtua yg terlalu mengkritik dan menuntut anak2nya menjadi terbaik akan cenderung membuat anak2nya menjadi perfeksionis begitu pula dgn para orangtua yg selalu takut bersalah. Perfeksionisme menjadikan anak2 tumbuh menjadi orang yg serius,tak ada kegembiraan hidup,tak ada keharmonisan penguasaan ilmu pengetahuan.
Jika seseorang hanya fokus pd prestasi dan mempertahankan diri agar selalu menjadi yg terbaik,maka tidak akan fokus pd mempelajari tugas2 secara manusiawi. Karena itu perfeksionisme juga menghambat kreativitas dan inovasi. Perfeksionisme merupakan sumber emosi negatif. Individu perfeksionis selalu gelisah dan stres karena takut gagal,dan akhirnya depresi karena merasa harus mencapai kesempurnaan dalam bekerja. Individu ini tidak mau dinilai bersalah/gagal dan tak mau kalah dgn orang lain. Dia akan terus mencari kesalahan dan kelemahan agar pekerjaannya sempurna,tak peduli bagaimanapun caranya. Akhirnya menimbulkan frustasi berkepanjangan.
Para perfeksionis tidak mau dikritik. Mereka tidak ingin pekerjaannya dievaluasi dan ditunjukkan kesalahan2nya. Akibat banyak pertimbangan yg disebabkan takut membuat kesalahan,pekerjaan mereka justru malah menjadi jelek. Selain itu mereka juga tidak mau mengembangkan ketrampilannya sehingga kreativitasnya terhambat dan tidak berkembang.
Seorang psikolog yg merupakan guru besar di Smith College,Amerika,mendefinisikan karakter perfeksionisme sebagai berikut :
1. Jika seseorang melakukan tugas lebih baik dari individu perfeksionis,maka individu tersebut akan merasa gagal total.
2. Orang lain bisa menerima penilaian bagi dirinya sendiri dgn standar lebih rendah daripada individu perfeksionis.
3. Orangtua individu perfeksionis menghendaki dia menjadi yg terbaik.
4. Sebagai seorang anak,individu perfeksionis akan dihukum jika mengerjakan sesuatu tidak sempurna.
5. Individu perfeksionis cenderung menyelesaikan pekerjaan paling lambat karena mengeceknya berulang kali.
6. Kerapihan pekerjaan merupakan hal terpenting bagi individu perfeksionis.
Perfeksionis berbeda dgn keunggulan (excellence). Keduanya memang berujung pd hasil terbaik namun dalam excellence tersirat perasaan menikmati pekerjaan yg dilakukan dan merasa senang dgn hasil yg dicapai. Individu excellence akan merasa percaya diri dan tidak ngoyo dalam melakukan pekerjaan. Mereka tidak stres atau depresi,tidak emosi,semua dijalani dgn santai dan senang hati.
Sukses tidaklah tergantung pd proses pencapaian kesuksesan dgn cara mencari kesalahan lalu menanganinya melainkan dgn kreativitas dan semangat dalam menangani masalah. Dgn demikian tidak akan menderita stres sepanjang hidup,tidak selalu ragu dan takut berbuat salah,tetapi bisa menikmati hidup dgn semangat dalam menjalankan tugas.