Dulu, gw sempat memiliki prinsip hidup : jika orang berbuat baik kepada gw maka gw bisa lebih baik kepadanya. Daann.. Jika orang berbuat jahat kepada gw maka gw pun akan membalas jauh lebih jahat kepadanya. Intinya, gw pendendam.

Seiring perjalanan waktu, pengalaman pun mengajarkan bahwa prinsip hidup gw itu ada yang salah dan harus diubah. Gw merasakan sendiri betapa tersiksanya hidup digerogoti amarah. Sama sekali tak ada ketenangan dan kenyamanan, lebih baik mati sekalian. Sekilas, bila kemarahan telah diledakkan dan sumpah serapah diluahkan tepat pada sasaran memang sedikit lega dan puas. Tapi setelahnya, hampa mencekam meliputi diri. Layaknya candu, hampa setelah ledakan amarah menuntut dosis pengeluaran yang lebih tinggi lagi. Akhirnya, tak ada rasa puas yang usai. Hati berkecai, terbengkalai.

Dari itulah, gw beranikan diri untuk berubah sedikit. Awalnya berusaha memaafkan kesalahan orang jahat itu di hati. Ternyata belum cukup. Nurani gw menuntut tindak nyata. Gw, manusia egois dan gengsian harus menaklukan keangkuhan, semua pikiran buruk yang melemahkan niat baik, dan godaan setan yang terus menuntut meledakkan amarah. Asli, sumpah, susah banget. Hingga sesak yang akut dan kritis menjepit lebih pedih dari luka hati.

Sampailah pada realisasi, asli lega banget. Hidup gw jadi jauh lebih ringan dan bahagia. Gw ga peduli jatuh gengsi. Yang penting kemenangan dan ketenangan nurani gw. Memang masih terlihat egois, anggap saja simbiosis mutualisme. Cuma, jangan terlalu berharap gw akan tetap dekat. Bersikap baik tetap dan tak akan menghindar. Namun untuk kelegaan, gw akan menjauh bahkan menghilang dari orang jahat itu.

Jadi sekarang, prinsip gw adalah meminta maaf terlebih dahulu dan berikan satu kesempatan lagi. Jika memang membaik, lanjutkan. Jika tak ada perubahan, segera menjauh. Gw percaya banget Alloh itu Maha Adil dan doa orang yang dizhalimi pasti dikabulkan segera. Jadi, tetap hidup bahagialah terus.

0 comments to “Setetes Hikmah”