Hipertiroid paling sering terjadi pada wanita berusia antara 20-40 tahun, namun pria juga dapat mengalaminya. Paling sering adalah jenis struma nodosa toksik yang biasa dikatakan penyakit gondok. Gejala dan tanda yang dapat dikenali diantaranya selalu merasa panas walaupun di tempat yang orang lain merasa nyaman, produksi keringat berlebihan walaupun berada di tempat ber-AC, kelemahan otot, tangan gemetar/tremor, denyut jantung cepat/berdebar-debar. Selain itu, pasien juga dapat merasakan kelelahan, berat badan mudah turun, rambut mudah rontok, diare, mudah tersinggung dan gelisah, duduk tak bisa tenang (hiperaktif) serta terdapat masalah pada mata (misalnya peradangan atau rasa tidak nyaman di mata). Awalnya kelebihan hormon tiroid hanya sedikit tapi terus menerus rangsangannya sehingga semakin lama semakin banyak dan gejala bertambah berat. Seringkali pasien tidak menyadari sampai akhirnya ada orang lain yang melihat adanya perubahan dan mengatakannya kepada pasien.
Beberapa pasien hipertiroid mengalami gangguan siklus haid dan kesuburan. Gangguan haid terjadi karena hipertiroid mempengaruhi hormon perempuan sehingga pasien mengalami gangguan ovulasi, tidak haid atau siklus haid memanjang sampai dua bulan. Jika sedang haid, biasanya jumlah darah yang keluar hanya sedikit.
Hipertiroid juga dapat mengganggu kesuburan wanita karena indung telur (ovarium) tidak berkembang. Pasien menjadi sulit hamil, jikapun hamil akan mudah mengalami keguguran sehingga dikatakan susah mendapatkan anak. Namun jika penyakitnya diatasi, kesuburan akan kembali normal.
Penyakit graves adalah penyebab utama hipertiroid, hal tersebut terjadi jika sistem imun menyerang kelenjar tiroid dan menyebabkan pembesaran serta peningkatan produksi tiroid yang terlalu banyak. Ciri khas pasien dengan penyakit Graves adalah peradangan mata dengan pembengkakkan jaringan di sekitar mata yang mengakibatkan penonjolan mata keluar, disebut oftalmopati Graves. Penyakit tersebut ditemukan pertama kali oleh seorang dokter yang bernama Robert Graves.
Penyebab lain hipertiroid termasuk nodul tiroid (benjolan pada kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid terlalu banyak), tiroiditis subakut (peradangan kelenjar tiroidnyang menimbulkan rasa nyeri dan disebakan oleh virus), tiroiditis limfositik (peradangan kelenjar tiroid yang tidak disertai rasa nyeri dan disebabkan oleh adanya limfosit, yaitu salah satu jenis sel darah putih, di dalam kelenjar tiroid), tiroiditis postpartum (tiroiditis limfositik yang muncul setelah melahirkan).
Dokter akan melakukan wawancara medis dan pemeriksaan fisik juga meminta pemeriksaan darh pada saat mendiagnosis pasien. Jika TSH dalam darah pasien lebih rendah dari normal dan FT3 dan FT4 pasien lebih tinggi dari normal, maka pasien tersebut positif mengalami hipertiroid.
Untuk menentukan jenis hipertiroid, dokter akan meminta pemeriksaan scanning tiroid untuk mengukur banyaknya jumlah iodium yang diambil oleh tiroid pasien (thyroid scan), melakukan USG tiroid untuk melihat bentuk, jenis dan ukuran, atau melakukan biopsi jarum halus dengan mengambil sedikit cairan dari kelenjar tiroid. Cairan tersebut kemudian akan diperiksa menggunakan mikroskop untuk mengetahui ganas atau tidaknya benjolan tersebut.
Jika tidak diobati, hipertiroid dapat menyebabkan denyut jantung cepat dan tidak teratur, gagal jantung, dan tulang keropos (osteoporosis). Wanita hamil dengan hipertiroid tidak terkontrol beresiko tinggi mengalami keguguran, melahirkan prematur dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Terapi hipertiroid tergantung penyebab, umur pasien, kondisi fisik pasien, serta beratnya penyakit. Terapi yang tersedia yaitu obat antitiroid. Obat tersebut menurunkan jumlah hormon yang dibuat oleh kelenjar tiroid. Obat yang lebih disukai adalah metimazol. Untuk wanita hamil dan menyusui, prophylthiouracil (PTU) lebih disukai. Obat-obat tersebut hanya mengontrol tetapi tidak menyembuhkan keadaan ini.
Selama pengobatan, pemantauan tetap dilakukan setiap empat sampai enam minggu. Jika dosis berlebihan, obat tersebut dapat menyebabkan jumlah dan fungsi sel darah putih menurun sehingga mudah terkena infeksi walaupun tidak terlalu berat. Pengobatan jangka panjang dapat mengganggu metabolisme tulang sehingga tulang menjadi keropos.
Selain menggunakan obat, terapi hipertiroid dapat dilakukan melalui terapi ablasi. Terapi ini menggunakan iodium radioaktif dan dapat menyembuhkan 80-100% sel tiroid mati, namun biasanya menyebabkan kerusakan tiroid permanen. Setelah ablasi, pasien harus selalu minum obat hormon tiroid selama hidupnya supaya kadar tiroidnya normal.
Jika obat antitiroid atau terapi iodium radioaktif tidak cukup, dapat dilakukan pembedahan tiroid. Pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid merupakan solusi permanen yang tidak disukai karena terdapat resiko kerusakan kelenjar paratiroid yang mengontrol metabolisme kalsium dalam tubuh. Kerusakan paratiroid dapat menyebabkan tulang keropos. Selain kerusakan paratiroid, proses pembedahan juga dapat menyebabkan kerusakan saraf laring/pita suara. Dalam pembedahan, dokter dapat menyisakan sedikit kelenjar tiroidnya supaya tetap dapat memproduksi hormon tiroid.
0 comments to “Hipertiroid”
Posting Komentar